Sudah mengering dan mengeras yang di dalam hati
Hampir lumat senyummu yang pernah berseri
Kau dulu senang duduk di tepi jendela dengan kaca yang terbuka selebar mata
Sesekali tersenyum sambil membuang nafas panjangmu yang kau hidup untuk kehidupan
Mereka tersenyum padaku, katamu
Padahal kau lah yang ternyum untuk mereka
Sekarang kau duduk agak menjauh
Sehasta demi sehasta
Takutmu menjadi tampak jelas terlihat di mata
Kehidupan menceritakan dukanya padaku. Melalui hembusan angin ia berbicara, ucapmu
Padahal kaulah yang melihat duka itu melalui matamu lalu kau ceritakan padanya
Hembus angin itu adalah damai yang ingin menghempas takut dalam hatimu
Dan akhirnya kau benar-benar tidak lagi berani duduk di tepi jendela
Aku tak mau lagi mendengar cerita-cerita duka, katamu
Padahal kaulah yang terus-terusan menceritakan duka
Tidak lagi melalui mata kau pun bercerita melalui tanganmu dan keberingasanmu
.