Performace: My students show up their Time Table. |
Selamat datang senja, selamat menghantarkan mereka yang lelah bekerja menemui malam.
Saya ingin bercerita tentang kelas saya hari ini. Apa?! Iya, aku tahu foto itu bukan foto kelas saya hari ini, tapi saya tak bermaksud membohongimu. Saya pasang foto itu karena hari ini sama sekali tak ada foto, jadi kupasang sekenanya saja.
Apa?! Ceritakan saja tentang foto itu? Hmmm, baiklah.
Itu foto anak bintang yang halaman rumah asalnya mungkin sudah berbatu koral indah ditata seperti taman surga dan dibelah jalan bercor mengarah pada garansi mobil di sebelah kamar tidur ayah ibunya. Ada juga yang luas halaman rumahnya terhampar begitu saja dengan rumput yang sengaja dibiarkan tumbuh supaya bunga-bunga liar mekar dengan mesra dan kupu-kupu datang mengecup bunga.
Setiap hari, selama sembilan jam dari Senin sampai Jum'at, mereka di sini, di sekolah yang bangunannya memanas karena penyemimbang suhu ruang kelas kerap tak bekerja dengan baik. Saya dan mungkin guru yang lain tak sekali dua kali meniup semangat belajar dalam hati mereka, sehingga yang tadinya lelah dan gerah kembali tersenyum melihat ceria para gurunya.
Ah, mungkin tak seperti itu. Justru karena melihat senyum mereka yang mesra dan tatapan mereka yang tak memupus harapan, saya dan mungkin pula guru yang lain justru kembali menemukan sisa tenaga kami.
Nadira (Nadya?) is opening her presentation about her Time Table. |
Itu di atas adalah foto Nadira, atau mungkin Nadya, yang sedang memulai presentasinya tentang tugas membuat Time Table. Oo iya, Nadira punya saudari kembar, namanya Nadya. Kembar identik. Sangat identik. Sialnya, saya sering lupa membedakan mana yang Nadira dan mana yang Nadya.
Benar, itu pintu. Hari itu, kelas terasa panas sekali. Pendingin ruangan seperti tidak bekerja. Kipas angin juga tak dapat membantu apa-apa. Jadi saya panggil saja siswa yang akan mempresentasikan untuk keluar kelas. Tak hanya Nadira (Nadya?) yang mempresentasikannya di luar kelas tapi juga dua puluh enam siswa lainnya.
Masih ada siswa yang berbicara bahasa Inggris terbata-bata. Untuk yang seperti ini saya bimbing untuk berbicara lantang tak peduli grmatikal. Yang penting kepercayaan dirinya tumbuh dulu. Dia kan merasa tak mampu lalu jadi malu-malu, karena malu-malu dia tak dapat menunjukkan performance terbaiknya.
Kalau menyampaikan presentasi dengan suara lantang belum juga cukup, saya bimbing melalui pertanyaan-pertanyaan. Ada yang lucu, senja. Dikiranya, saya membimbing kalimat-kalimat presentasinya padahal tak begitu maksudku:
Saya: "How many agendas do you have this month?"
Dia: "How many agendas do you have this month?"
Saya: "I don't have any agendas. How about you?"
Dia: "I don't have any agendas. How about you?"
Saya: *Senyum* "Don't repeat it."
Dia: "Don't repeat it."
Senja, saat pasti kamu tersenyum di kejauhan sana. Muridku memang masih banyak yang lugu. Saya tak tega kalau tak sungguh-sungguh membimbingnya. Senja, itu yang menempel di belakang anak-anak adalah hasil karya mereka. Dulu, semasa saya di tingkat pertama seperti mereka, tak pernah ada acara bikin-bikin karya. Sekarang, semua tak seperti dulu. Seperti kata-katamu yang lalu, peting yang baik dan buang yang tak apik.
Salam.
Salam.
Pose di depan Hasil Karya |
Menempel Hasil Karya |