Ruang Sunyi |
Terciptanya ruang dan waktu dalam kehidupan manusia telah memberi banyak kesempatan bagi manusia untuk menimang dan merencanakan apa yang akan dilakukan. Adanya ruang dan waktu menjadikan manusia mampu membuat tolok ukur keberhasilan dan target-taget. Dalam ruang dan waktu manusia membaca dan menciptakan sejarah masing-masing.
Ternyata, bukan hanya jasad dan fisik yang membutuhkan ruang dan waktu, namun juga jiwa, psikis manusia, pun membutuhkan sebuah "ruang sunyi". Dalam "ruang sunyi" itu ia beristirahat. Dalam ruang sunyi itu ia menangkap spirit dari pengalaman indrawi jasadi.
Sekarang, era millenium, manusia telah berhasil membongkar dan melipat ruang dan waktu. Lonjakan besar dalam dunia materi membuat semua orang(-awam) terpana. Lonjakan-lonjakan sain, teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah pola hidup dan kultur budaya manusia. Sekaligus lonjakan-lonjakan tersebut mengukuhkan pandangan materialisme dan kapitalisme. Dunia mengalami perkembangan yang tidak mentolelir. Kreasi yang menindas. Orang semakin banyak yang stress. Moral tidak lagi jadi pijakan. Agama tidak mampu memberi jawaban. Spiritual yang dulunya dijadikan jalan hidup, kini jadi komoditi produk karen aspiritual jadi pelarian yang nikmat. Budaya konsum membabat habis rasa empati dan memunculkan persaingan baru.
Jiwa manusia melayang entah kemana. Ia tidak lagi punya ruang di dalam jasad yang dihuninya. Ia tidak bisa lagi membaca. Jasad tubuh tidak lagi menjadi manusia sebagai khalifah -hasil perjanjian antara Khaliq dan ruh untuk menyebarkan kemashlahatan di muka bumi- dan memilih menjadi budak fikiran dan teknologi yang berhasil dikembangkannya.
Padahal, kematangan spiritual -spiritual bukan agama- yang mampu mengendalikan keneringasan jasad dan nafsu. Spirituallah yang mengajarkan dan menuntun kaki berpijak. Manusia lelah. Jiwanya pun lelah. Yang dilihat kasat mata ini hanyalah pelarian bodoh; frustasi.
Ada sebuah kisah. Seorang nenek yang beristirahat dari aktifitasnya dengan membersihkan halaman masjid. Setiap sore ia menyapu seluruhnya hingga tidak ada lagi sampah di sana. Ia melakukan itu sudah sangat lama. Suatu hari, seseorang mencari pengganti untuk membersihkan halaman masjid karena menurut orang tersebut, nenek itu sudah terlalu renta untuk melakukan tugas itu. Nyatanya, nenek tersebut menangis, sedih, karena "ruang" yang ia butuhkan selama ini telah diambil orang lain.
"Ruang sunyi" itu yang kini kita butuhkan. [ ]
Selasa, 6 Mei 2009