Wednesday, 20 May 2015

Gajah Mada dalam Guratan Prosa

Langit Kresna Hariadi (LKH) sangat piawai dalam memberikan gambaran sejarah fiksi. Momentum sejarah Indonesia yang luar biasa kembali dikemas dalam tutur sastra. Sehingga muncul pertanyaan tentang objektivitas dan validitas data yang terdapat di buku ini.

Memang, ini adalah fiksi. Deskripsi yang terdapat di dalamnya tidak bisa ditelan mentah-mentah begitu saja, diharuskan untuk membandingkan kenyataan sejarah, sebagaimana yang terdapat dalam pengantar bukunya yang ke-2, LKH mengakui adanya beberapa kesalahan fakta sejarah. Bagi penikmat fiksi -bukan bagi penikmat sastra, sejarawan, dan kritikus- yang hanya mencari hiburan, apakah kesalahan ini dimaklumi?

Bagi saya, itu tidak bisa. Karena disadari atau tidak, fiksi sejarah yang ditulis dengan mengesampingkan fakta sejarah akan mengubah histori itu dan -ditakutkan- bahwa kebenaran sejarah tersebut terletak pada novel fiksi itu.

Sejarah -bagi beberapa orang- memang tergantung pada siapa yang menulis sejarah tersebut, yang ingin mencari enaknya sendiri untuk kepentingan pribadi. Namun bagi saya, LKH kok kayaknya tidak punya ambisi itu ya?

Keperkasaan yang luar biasa yang dimiliki Gajah Mada dan pasukan Bhayangkara di dalam novel ini akan menumbuhkan mitos baru dan mengukuhkan mitos lama tentang kedigayaan seorang Gajah Mada yang hanya seorang Bekel dan meningkat karirnya menjadi seorang Mahapatih Majapahit. Mitos dan pengelu-eluan itu terlihat pada pasukan khusus tentara kita yang juga diberi nama sama dengan Bhayangkara.

Lalu bagaimana sikap pembaca?
Tentu saja setiap pembaca memiliki penilaian masing-masing dalam mengapresiasi karya sastra. Bagi saya sendiri, Gajah Mada dan juga buku-buku yang selanjutnya adalah buku yang dipenuhi dengan pelajaran yang menarik untuk diambil contoh dalam mempertahankan keyakinan, ketelitian, perhitungan langkah, dan piuritas ambisi.

Awalnya saya benci buku ini, tapi nyatanya saya telah membeli seri berikutnya. Mampus deh gue.**

0 on: "Gajah Mada dalam Guratan Prosa"